Sunday, October 09, 2011

Ternyata Aku Butuh Kamu

Tadi siang rombongan calon penganten putra datang.

Ke rumah sebelah.

Calon penganten putrinya... memang anak perempuan si bapak rumah sebelah. Jadi bukan gue calonnya. Si calon penganten putra emang gak nyasar :))

Soal kedua calon penganten, mereka mau nikah bulan ini. Tadi siang sesi srah-srahan. Calon penganten pria bawa rombongan sekitar 30 orang. Terdiri dari ortu dan kerabat dekat. Sebaliknya, pihak calon penganten putri cuma 6 orang. Terdiri dari ortu, si calon penganten putri, dan 3 adiknya. Jadi 6 "lawan" sekitar 30 orang. Sepi ya?

Nggak usah disebut kenapa kubu tuan rumah begitu sepi. Yang jelas, di keluarga mereka nggak ada yang bisa jadi MC dan/atau wakil keluarga (to present the members of the family). Untung bokap gue plus 2 pasang tetangga lainnya hadir. Bokap jadi pengarah acara plus wakil keluarga, 1 tetangga lagi jadi MC. Tuan rumah pun lega. Acara berjalan seperti layaknya srah-srahan, terarah tapi santai, nggak acak adut berantakan.

Kalo acara itu terjadi beberapa tahun lalu, pasti garing. Soalnya keluarga itu masih menutup diri. Akibatnya tetangga juga malessss sama mereka. Nah, apa yang terjadi kalo saat itu mereka nerima rombongan calon penganten pria? Hmm... Mungkin rombongan tamu akan kaget "Enam orang?? Keluarga si cewek cuman segini??". Lalu tiap keluarga diem-dieman, karena anggota2 keluarga si cewek susah cair di suasana baru.

Jadi... Berkat akrab bertetangga, acara penting jadi rapi, kegaringan pas srah-srahan teratasi :).

Kejadian serupa pernah menimpa seorang sepupu jauh (buangett). Di hari srah-srahannya, di rumahnya cuman ada ortunya dan keluarga inti kakaknya. Sang ayah sebenarnya punya beberapa kakak, tapi nggak akrab. Bahkan sampai gak minat ngundang. Makanya beliau cukup stress pas hari srah-srahan anaknya, karena di rumah gak ada orang untuk nyambut rombongan calon besan!

Jadi pagi-pagi sekali, sang ayah nelpon bokap gw untuk datang. Lalu nyokap gue ngerahin adek2nya untuk datang juga. Jadilah kami jauh2 ngebut dari Bekasi ke tengah Jakarta. Hasilnya, sang ayah lega. Dia nggak perlu malu karena keluarganya nggak sepi amat. Acara berlangsung semarak karena yang bercanda jadi tambah banyak.

Jadi... Akrab sama keluarga (extended family) bikin lebih mudah untuk minta tolong. Selama minta tolongnya masuk akal, tentu saja.

Nah, biar nggak soal srah-srahan melulu, ntar ada yang ngira gue minta kawin, cerita ketiga gue ambil bukan soal srah-srahan. Kali ini soal pertemanan.

Beberapa tahun lalu, ada temen gue yang sukses banget di pekerjaannya. Dia sibuk berat. Dia mencintai lingkungan barunya. Ambisinya terus dikejar. SMS dari teman-teman lamanya nyaris nggak ada yang dia jawab, saking udah kecapekan ato begitu sibuk sama urusannya. Undangan dari temen-temennya nggak ada yang dia datengin, kecuali satu kawinan temen kami, yang bapaknya notabene klien dia. Singkatnya, dia "hilang" dari peredaran.

Roda berputar. Kantornya bangkrut. Konon bosnya tertipu (sinetron banget!). Dia jadi seperti hilang pegangan. Biasanya sibuk kerja, sekarang bengong. Biasanya lingkungannya ramai, sekarang kosong. Dia inget temen-temennya. Tapi dia nggak percaya diri menghubungi mereka. Soalnya dia baru sadar, bertahun-tahun nggak pernah nanggepin temen-temennya. Stress-nya pun nambah.

Lalu dia putus cinta. Badannya jadi kuruuuuus banget. Tetep nggak ada temen yang tau. Sampe akhirnya dia memberanikan diri menghubungi satu orang, orang yang dia pikir paling mungkin nerima orang yang bertahun-tahun mengacuhkannya. Singkat kata, beberapa teman akhirnya berkumpul dan nerima cerita dia. Akhirnya dia lega.

Cerita berakhir happy ending? No. Temen stress ini telanjur kecewa sama dunia. Dia berpikir negatif pada hampir semua orang. Dia mengira temen-temennya menganggap dia rendah. Akhirnya dia menyeleksi temen. Eh, belakangan, temen yang terseleksi juga dicurigain. Hasilnya, sekarang dia (kembali) ditinggalin orang-orang. Tragis.

Moral of the story tulisan ini adalah, kita selalu butuh orang lain.
Efek dari sikap kita ke orang, bisa balik ke kita kapan aja.
Kita baik sama orang lain, orang lain akan baik pada kita.
Kita cuekin orang lain, orang lain akan cuek sama kita. Pas kita butuh? Nah lo! Gak ada orang!
Jadi baik-baiklah pada orang lain, baik pikiran maupun perbuatan. (asal jangan lugu tentunyaaa).

1 comment:

narizza said...

mungkin dikira temen ratusan di facebook itu temen beneran semua...*eh masa temen jadi-jadian hehehehehehee