Thursday, September 18, 2014

Kelas AkberJkt : Storytelling for Brands

Sejak kecil kita terbiasa mendengar cerita/dongeng. Tanpa kita sadari, nilai-nilai di cerita itu kita kenali, akrabi, malah akhirnya ada yang jadi perilaku kita. Misal, nilai pertemanan, gotong royong, hormat ke orang tua. Pernah dengar dendang tradisional Aceh yang liriknya bercerita tentang fenomena laut dan akhirnya menyelamatkan warganya saat Tsunami? InsyaAllah gue ceritain di judul lain. Singkatnya, kekuatan cerita itu ada.

Buat yang tertarik belajar bercerita, kelas Akademi Berbagi Jakarta 17 September 2013 kemarin seksi banget. Judulnya “Storytelling for Brands”. Yang ngajar Matthew Mendelsohn (@waliwali1), seorang storyteller, backpacker, entrepreneur dan professional di bidang retail. Dia mengelola beberapa brands antara lain Fossil dan Marc Jacobs. Bukunya yang sudah terbit: Journey of Storytelling. 

Di kelas yang berlangsung di Universitas Moestopo Jakarta ini, materi belajarnya adalah pentingnya bercerita dalam membangun reputasi sebuah brand/merek. Bagaimana merancang konsep cerita sebuah brand/merek? Apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung cerita kita? Kira-kira kisah seperti apa yang menarik dan memiliki kelekatan dengan audiens-nya?

Menarik! Sayang, karena ada urusan lain, kelas ini gue lewatkan! L. Jadi gue pantau aja dari twitter-nya Akber Jkt dan Mbak Sita yang jago live-tweet (permisi mbak Sita….).  OOT dikit: Meski kelas-kelas Akademi Berbagi bisa dipantau lewat twitter, tapi tetap lebih baik datang langsung ke kelasnya. Kenapa? Karena… live-tweet nggak akan komprehensif memindahkan apa yang terjadi di kelas. Ilmunya, interaksinya, diskusinya, saling menulari semangat untuk belajarnya, bahkan networking-nya, kalau ngandelin live-tweet doang, itu semua nggak akan didapat.

Sekarang, review kelas…

Dari kecil kita sudah sering dikasih cerita/dongeng, sehingga kalau brand bisa diutarakan seperti cerita akan lebih mudah dicerna. *angguk-angguk*

Brand itu seperti orang. Bisa diceritakan lewat berbagai media. Lewat blog, twitter, TVC, iklan cetak, below the line, dll. Ceritanya harus real, nggak palsu. Juga bukan info produk atau product-knowledge. Jadi ceritanya pun harus luwes, nggak kaku, yang melibatkan emosi, dan secara empirik terjadi pada pemakai brand itu sendiri.

Dari semua brand yang beredar, yang benar-benar kita butuhkan paling banyak hanya sekitar 10 persen. Mereka bersaing untuk mendapatkan perhatian konsumen. Karena itulah brand menggunakan konsep story telling untuk memasarkan produknya, bahkan menaikkan nilai jualnya.

Untuk membujuk manusia agar bertindak (bisa itu membeli, bergabung, dll), cermati dulu apa yang mendorongnya. Manusia kan bertindak pakai logika dan rasa. Menyambungkan keduanya? Butuh cerita yang pas.  *angguk-angguk lagi*

Cerita itu macam-macam. Ada orang yang beli jam hanya karena mirip dengan warna baju pengantinnya. Ada juga yang membeli produk karena mendapat insight tentang hebatnya proses di belakang layar dari sebuah produk.

Step to Any Journey : Idea à Process à End of Product à Awesome Event

Lihat Rolex. Umur brand ini sekitar 107 tahun. Tapi dia baru benar-benar populer sekitar 1980-an, saat dia bisa sampai tahap awesome event sehingga orang-orang ingin punya produk itu. Lalu lihat produk teknologi yang mengangkat kisah teknis di belakangnya: prosesnya dulu, baru fungsinya. Di sini yang dibangun adalah kepercayaan antara konsumen dan engineer benda-nya dulu.  

It’s the story, not the function that matters… and it’s psychological. Great story is built on character. It starts with the right peple/mindset.

Passion + Emphaty = Successful Storytelling

Build the story from the bottom up. The 2 magic words are “SO WHAT?”.

Another important aspect of your story is “I” and “We”. People want to know about your personal experience. First person matters. (langsung inget-inget iklan yang pakai cerita testimony). If you do your story right, people can become quite emotional about your brand. (contoh: airlines).

Ini produk yang dinilai storytelling brand-nya berhasil : Amazon, Apple, Disney, dan Starbucks. 

Banyak produk yang fungsinya sama, konsumen akan pilih yang mereka percaya. Start small, and build up your story. Eventually, it’ll get bigger. ***


Thursday, September 11, 2014

Kebahagiaan Itu Bukan Ditunggu

Keren nih konten video* ini.


Iklan? Memang.
Gue suka pesannya.
Dan punchline-nya.

*Iklan SK-II

Tuesday, September 09, 2014

What a Life

Baru aja selesai chating sama seseorang.
Dia ngabarin sebuah surprise. 
Surprise yang bikin gue ketawa ngakak. 
Soalnya dulu... pada masa itu... gue udah ucapin sesuatu... yang ternyata sama seperti surprise ini. 
Dia ternyata juga inget gue pernah ngomong sesuatu itu. 
Trus di chat itu kita ngakak bareng. 
Pake hahahahaha dan icon smiley guling-guling.
I am happy for you.
And I know that you are more than happy. 

Perjalanan hidup emang unpredictable. 
Cerita bisa berbelok bahkan sampai 180 derajat. 
Intuisi cuman intuisi.
Skenario tercanggih tetap bikinan Yang Maha Tahu
Sutradara terhebat hanya Yang Maha Kuasa.

Jadi mikir, dengan perasaan positif. 
Skenario hidup gue tuh gimana ya? 

Monday, September 08, 2014

Pemilik Gadget yang Terdampar Tanpa Bisa Hubungi Siapa-siapa.

Hari ini gue janjian sama seorang temen di sebuah cafe. Sebut saja nama temen gue tuh Ade. 

Tapi sebelumnya gue ada meeting sama orang lain. Tadinya rencana meeting di lokasi yang udah gue janjian sama Ade itu. Tapi lalu dia minta pindah. Oke, gue whatsapp lah si Ade untuk ngabarin pintong alias pindah tongkrongan. Dan Ade udah reply juga di WA. Trus dia nunggu reply gue. 

Ternyata... sebelum gue bales lagi pesan Ade, HP gue mati. Pas banget pas ada orang production house (PH) nelpon gue . Gawat. Gue nggak cuman butuh ngabarin Ade, tapi gue juga butuh terima kabar dari PH. Maklum bo, kerjaan. 

HP gue mati, ilang deh komunikasi gue dengan dunia luar sana. Mana orang yang meeting ama gue tadi udah pergi. Jadilah gue sendirian di cafe. Hmmm... nggak sendirian juga sih. Ada beberapa pengunjung lain, di meja masing-masing.  

Untuk ngisi batre, gue langsung mikir pakai aja Bank Kekuatan alias Powerbank. Kebetulan pas bawa yang 10ribu mAh. Mantaaaaapp. Ngecas deh. Semenit, lima menit, sepuluh menit... hmmm... kok nggak ada tanda-tanda HP gue hidup lagi? Kayaknya nggak mungkin di powerbank nggak ada daya. Kan udah gue cas semalaman. 

Daripada nunggu si powerbank nggak jelas, akhirnya gue cas HP pakai laptop deh. Trus? Nyala? Tidak juga. Hwaaaaaaaaaaaaaa. 

Teteeuup gue butuh stopkontak buat ngecas HP langsung ke listrik! Jadi gue jelalatan nyari port stop kontak di cafe ini. Wuidiii, nggak ada yang nganggur. Sama yang make nggak boleh dicopot. Yah, dimaklumin aja. Gue juga kalo lagi pakai laptop dan batrenya belom maksimal nggak akan mau copot charger. Nah, kalo cas di kasir? Nggak boleh. Stop kontaknya dipake buat mesin jus. 

Akhirnya gue bertahan ngecas HP di laptop. Nasib... HP masih nggak bisa nyala, gue masih nggak bisa ngecas, masih nggak bisa menghubungi orang di luar sana. 

Oh! Ada ide!! Mention Ade aja di twitter! Mumpung laptop gue lagi nyala juga. Mumpung cafe ini free wifi. Tanya passwordnya ke mbak kasir. Ketik paswordnya... dan terhubung! Horeeeeeeeee!! Buka www.twitter.com... semenit, dua menit, lima menit, eh eh... kok nggak muncul-muncul ya halaman depan websitenya. Koneksinya lelet bingiiits! Gue di-PHP-in sama free wifi!

Jadi mata gue jelalatan lagi cari bantuan. Plus, gue mulai ngelongok meja tetangga. Ternyata tetangga yang ngelaptop pakai modem sendiri. Okelah kalo begitu. Gue juga punya modem. Tadi berusaha nge-wifi kan biar irit pulsa modem :). So, gue keluarin deh modem gue. Colok. Konek. Aha!! Internetnya lumayan kenceng! Selamat! Gue bisa nge-twit ke Ade! 

"HP gue mati. Gue di DD dpn TT ya :)". 

Klik send. Nah, semoga Ade baca mensyen gue di twitter. Jadi dia nggak perlu galau karena gue nggak ada di cafe tempat pertama kita janjian.  

Tapi terus terang gue kuatir Ade nggak baca mensyen twitter. Emangnya gue, yang begitu di-mention langsung dibaca?? Meski Ade pake smartphone, tapi bisa aja toh nggak baca? Atau... jangan-jangan twitter gue nggak kekirim... dan nggak masuk ke tab mensyen-nya?? Aaaaaaaaaaaaaakk!!! 

Buat ngetes apakah twitter gue kekirim, gue mensyenlah temen-temen di Akber Bekasi. Serombongan. Kebetulan sebelumnya gue meng-email mereka. Jadi bisa sekalian konfirmasi email masuk atau nggak. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Ihiiiiiy. Lalu reply mereka satu per satu masuk. Okesip. Berarti gue twitter gue terkirim, dan bisa nerima mensyenan juga. Kalo reply Ade nggak muncul, mungkin emang dia lagi nggak ngurusin twitternya. #inipersoalan. 

O iya. Kenapa gue nggak cabut aja dari cafe? Ya syulit juga ya. Ade kan udah gue kabarin untuk ketemuan di HP ini. Ntar dia ke sini gue nggak ada, kacau lagi dah. Jarang-jarang ke daerah sini. Dan sudah bertekad untuk ketemu dia hari ini untuk ngomongin banyak hal termasuk untuk komunitas.

Trus gimana gue bisa terima telpon dari orang PH??? Mikir. Akhirnya gue cabut SIM card HP gue, gue masukin ke modem. Kebetulan modem gue bisa nampilin SMS, dan bisa terima telpon. Jadi gue bisa perlakukan modem dan laptop sebagai HP :)))))

Bener juga. Begitu SIM card HP masuk ke modem lalu konek, nggak lama kemudian ada telpon dari PH. Berhubung di cafe, brisik, banyak noise, jadi gue buru-buru pasang earphone. Suara mbak-mbak dari ujung sana kedengeran. "Halo2" dua belas kali, kira-kira. Sementara gue sibuk nyariin lubang mic-nya laptop gue. Alhasil, sembari "Halo2" juga, gue ngomong di depan setiap inci permukaan laptop. Berasa orang gila.

Parahnya, mbak-mbak PH bilang "Mbak Dita... suaranya kok jauh sekaliiiii". Lalu gue makin deketin deh mulut gue ke permukaan laptop. Satu sentimeter lagi gue dan laptop bisa ciuman.

Sayangnya, mbak-mbak PH tetep bilang kalo suara gue terdengar terlalu jauh. Jadi sambungan terputus. Ya Allah, semoga besok masih bisa aku telpon ya... Ini udah jam 5 kurang. Udah sore banget mepet jam pulang kantor.

Kemudian ada suara menyenangkan. Nada khas HP kalau baru ON. Rupanya setelah dicas sekitar setengah jam... ((( setengah jam ))) Hp gue idup lagi. Nggak papa. Tetep bersyukur!!! Buru-buru deh gue pencet nomer telpon PH tadi. Kali ini dari henpon beneran, bukan dari modem+laptop yang bikin gue nyaris ciuman (sama laptop).

Ternyata cobaan belum berakhir. "Pulsa Anda tidak cukup". Haaiyaaaah. Rupanya pas SIM card HP gue masuk ke modem, dan konek, banyak laman website yang masih kebuka... dan menyedot banyak pulsa. Twitter yang updating terus misalnya. Trus gmail. Trus gambar-gambar gif. Wuiiiih... bukan paket data lho yang berkurang... tapi pulsa!! Nggak ngerti juga gimana nih itungannya operator.

Jadi sisa pulsa gue di HP sekarang antara 900 perak sampai 1000 perak. Nggak cukup buat layanan beli pulsa via mbca. Jadi gue pakai lah sisa pulsa itu untuk SMS Ade dan mbak PH. Ngasih tau kalo hengpong ngadat.

Karena hanya cukup untuk 3 SMS, jadi pesan harus sepadat mungkin. Untung Mbak PH maklum. Sementara Ade reply SMS sambil gubrak. Nah, setelah kirim dua SMS, gue mau pake SMS ketiga alias terakhir untuk reply Ade. Eeeeeeeeeeeeeeeeeeh.... ternyata sodara-sodara... SMS ketiga nggak bisa terkirim! Padahal pulsa masih 400an.

Emang berapa sih tarif SMS sekarang????

Akhirnya, dengan 90 persen yakin Ade akan ke cafe ini... gue lumayan tenang. Nggak jelalatan lagi cari-cari cara lagi. HP gue taroh aja di samping laptop, nggak dioprek kayak sebelumnya. Untunglah nggak lama setelah itu Ade nelpon gue, mastiin gue di dalam cafe. Ketemuan deh!!

Dan niatan gue untuk ngelempar HP saking keselnya tadi akhirnya batal. Alhamdulillaah...


Thursday, September 04, 2014

Iklasin Aja

Karena manusia merencanakan, Allah menentukan.
Selama orang tua masih hidup, mereka adalah ladang amal bagi anaknya.

Tuesday, September 02, 2014

Salah Satu Tulisan Gue Jaman Dulu

Pernah nggak baca tulisan lo masa jadul terus mikir, "Astagah! Dulu gue nulis begini!"? Terus reaksinya bisa malu atau tercengang.

Nah, ini nih... gue baru nemu print out artikel gue tahun 2001. Hihihiii, jadul beud yak. Nemunya kebetulan, pas bongkar-bongkar kamar karena mau pindahan. Artikel gue yang lain udah pada lenyap, baik karena kena banjir, hard disk komputer kebakar, sampai terkunci di email lama yang entah kenapa password-nya gak bisa dipake maupun di-recover :((. 

Balik lagi ke artikel jadul yang baru gue temuin ini.... Artikel ini tentang konser duo gitaris klasik asal Polandia. Konsernya di Erasmus Huis, Jakarta. Gue datang ke sana sebagai penulis untuk sebuah situs web yang sekarang sudah mati (ihiks). Modal pengetahuan musik klasik ala kadarnya, karena pernah sebentar les piano klasik dan abang gue les gitar klasik, sedikit banyak jadi bekal buat nikmatin, wawancara dan nulis. 

O iya. Pas wawancara si gitaris, atase seni budaya dari kedubes Polandia kan mendampingi gue dan 1 wartawan lain tuh. Eh, beberapa hari kemudian, setelah dia baca artikel gue yang bahasa Indonesia, dia nelpon, katanya suka sama artikel gue, dan minta gue terjemahin ke Bahasa Inggris. Asiik. 

Jadi... beginilah tulisan versi Inggrisnya (versi Inggris GUE tepatnya). *malu* *dan tercengang* *yang penting didokumentasi di web*. 



CLASSIC MET PINK PANTHER IN POLAND GUITARISTS' CONCERT 

What happened if some classical repertoires met Latin compositions and a cartoon movie theme in the same performance? 

The answer was: three different atmospheres inside the concert hall. One, a sentimental emotion when it came to the classical parts. Two, an enthusiast feeling when it came to the Latin session. And three, a humorous feeling when the piece of a cartoon movie was played. 

Poland's duo classical guitarists Kryzstof Pelech (31) and Jarema Klich (33) presented them in their recital at the Erasmus Huis, Jakarta. The two musicians are the country's top guitarists. They are members of European philharmonic orchestras. And for years, both has been acknowledged as the bests by Polish famous music magazine "Gitara I Bas". 

Pelech and Klich, who came to Jakarta as performers of JakArt@2001, explored their classical guitars not only with conservative method, like picking the cord or shake all the strings. They also showed the audience other ways of how to explore the instruments like knocking the wooden body, scratching the cords and playing it with their palms, producing sounds like humming. 

With those techniques, the two brilliant musicians made a classical guitar concert became not to serious and formal one. The audience crowded the hall mused themselves at one time, and smiled widely or even laughed at another time. 

Pelech and Klich initiated the concert with two Sonatas by Bernardo Pasquini and Domenica Scarlatti. Each sonata consists of 3 parts. These repertoires were composed in 1700's and become two of the finest classical pieces with baroque tones for guitars. 

After that, both guitarists raised the temperature of the concert hall with more enthusiast selections. Argentinean musician Astor Piazzola's composition took turn. Then three pieces from musician Jorge Morel, 'Melancolio Buenos Aires', 'Contratiempo' and Triunfal' were played with full of staccato, created a passionate Latino atmosphere. 

The Polish guitarists also performed other classical Latin compositions and arrangements by Jorge Morel, like 'Allegretto for Two', 'Morena' (Julian Plaza) and 'Corralera' (Anselmo Aieta). But a different nuance emerged in Morel's 'A Rhapsody for Two Brothers'. In this piece of work, sound of jazz were heard almost clearly. And when the duo played 'Danza Brasilera' from the same composer, the audience could enjoy easy listening jazzy-latin tones a la bossanova. 

Other compositions sith Latin touch were performed in two repertoires, 'Regresso' by Jaime Zenamon and 'Aqua e Vino' by Egberto Gismonti. Both were full of tremolos, but had different song character. The first one was filled with thumps on the body of wooden guitar, sounded lively and passionately. The second one was played very smoothly and gently, made a serene situation inside the concert hall. 

However, the audience seemed to have the same opinion, that the nicest composition played by the duo was Stanley Myrer's 'Cavatina' from 1978 Hollywood movie "The Deer Hunter". The tones from the John Williams' work was very soothing. The atmosphere became tender and peaceful, calmed down the crowd who has just warmed by 'Allegretto for Two'. 

But Pelech and Klich didn't want the melancholy situation dominate their concert. Pelech triggered the audience's laugh when he introduced the next composition with a simple description, "A very famous song in Poland.... and in the world". And when the duo played the composition, the song heard was the cartoon movie "Pink Panther" theme song by Henry Mancini, completed with the funny hurling sound. In Indonesia, the song was used often in slapstick movies starred by comedian trio Dono-Kasino-Indro

At the last segment of their recital, they performed five parts of Carlo Domeniconi's 'Circus Music'. And just like its name, Circus, many unpredictable techniques and tricks of exploring classical guitar were showed off. For instance, in 'The Firebrigade on the Ice', audience could imagine some firebrigades or something running and chasing each other. In the middle of the song, Pelech showed his tone-accuracy while playing the guitar, when he make a fast decreasing tone form a very high to very low one. After that, quickly he made the tone normal again. 

Other technique of exploring classical guitar appeard in 'Yogi Bear Trying to Get Through The Keyhole'. When playing that, Klich intentionally scratched the cords, make a sound like crackle of fire. The sound stopped at once with a shake of the six cords of Pelech's guitar, means that the Yogi Bear has successfully get through the keyhole. 

Standing salute given by the audience when they left the stage. The crowd kept standing up giving them big applause, not for ending the concert but to call up the Warsawa guys to return to the stage. And when both guitarists appeared again grinning, the audience expressed their content and back to their seats. 

'The Orchestra Says Goodbye' was played as their last song. After the anchor, the audience had to allow them ending the concert. Big applause and grin were given to the duo, because the conclusion of the serious melodious classical repertoire, a part of Ludwig van Beethoven's 'Symphony No.9' or 'Ode to Joy' is played shortly and very fast. That was how the concert were concluded. 

****

catt: ketidaksempurnaan itu milik mahlukNya, termasuk gue. :)))))