Wednesday, March 27, 2013

Dorama Rasa Korea

Lama nggak nonton dorama Jepang, akhirnya gue mantengin "Rich Man, Poor Woman", dalam tiga hari tamat 11 episode.

Jujur, awalnya waktu baca judul yang berbahasa Inggris, gue pikir ini serial Korea. Serial Jepang kan biasanya tetap dipampang pake bahasa Jepang, meski ditulis pake huruf latin.

Buat yang pengen tau gimana kerja di perusahaan IT yang funky, di sini ada gambarannya. Yang pengen tau serunya dunia pembuat program / aplikasi komputer, di sini ada gambarannya.

Tapi buat gue, daya tarik pertama dorama bergenre komedi romantis ini adalah judulnya. "Rich Man, Poor Woman" menyiratkan Cinderella Story. Cewek miskin ketemu cowok kaya, akhirnya si cowok kaya jatuh cinta. Ini formula konflik yang sangat digemari penonton (terutama cewek) yang senang bermimpi. :)) Gue pikir seru nih buat dipelajarin. Sekalian juga pengen mimpi aaaaaaaah.

And you know what.... Oguri Shun si tokoh utama di sini bener-bener jadi cowok impian. Muda, sukses, jenius, ganteng, ambisius, drop out sekolah tapi berhasil membangun perusahaan IT yang maju, cewek-cewek di kantor dan di mana aja terpesona liat dia, tapiiiii... dia cuek sama cewek. Hahahaaa. Tipikal karakter di drama Korea.

Sedangkan ceweknya, si Ishihara Satomi, adalah cewek miskin, lulusan Universitas Tokyo, yang struggling cari kerja, termasuk ke perusahaannya Oguri Shun. Langsung kebayang kan, love-line alias jalinan kisah cintanya gimana? :)

Dengan dua karakter itu aja, gue langsung inget sama drama-drama Korea dengan tipe karakter mirip. Misal, Protect The Boss (di mana Choi Kang Hee si cewek miskin nyaris ditolak masuk di perusahaannya Jisung si cowok kaya), atau Wild Romance (Lee Si-Young si cewek miskin berantem sama Lee Dong Wook si atlet kaya tapi akhirnya jadi bodyguardnya ), atau King of Dramas (di mana Jung Ryu-Won si cewek miskin yang struggling jadi penulis drama, harus berjuang bikin naskah yang bagus sekaligus menundukkan kerasnya hati Kim Kyung Min si produser bertangan dingin tapi berhati beku).

Wuuuih, dorama rasa Korea! 

Alur cerita Rich Man Poor Woman ternyata cepet bo. Gue pikir di episode 1 akan lambat kayak dorama-dorama yang pernah gue tonton. Ternyata ngebut, scene-nya pendek-pendek, penuh kejadian, sambung menyambung, banyak karakter yang diperkenalkan dan dibangun, tapi semuanya tetep kembalinya ke dua karakter utama tadi... Oguri Shun sama Ishihara. Cepatnya alur episode 1 ini mengingatkan gue sama serial Korea yang rata-rata ngebut di episode perdana.

Yang juga mengingatkan gue sama serial Korea adalah set-nya. Mewah buanget! Sedan sport si Oguri Shun itu gonta ganti. Set kantornya kayak lounge hotel bintang lima, tapi seru kayak cafe. Hi-tech dengan giant screen di mana-mana. Tentu saja kos-an si cewek sederhana banget. Tapi mewahnya set si Oguri bener-bener nggak gue sangka. Emangnya ada sponsor yah? Gue pikir cuman serial Korea yang bisa bermewah-mewah dengan banyaknya iklan hardsale (product placement).

Dan sori kalo loncat ke episode final... bocoran dikit... ada segmen yang sangaaaaaaat Korea (kecampur Hollywood). Kalo mau tau apa yang gue maksud, tonton lah sendiri. Hueheheheee.

Trus apa yang rasa Jepang di dorama ini? 

Ini menurut gue lho ya.... Meski konfliknya besar (bisnis dan jati diri plus nyari ibu), tapi ceritanya nggak mendayu-dayu atau dilebay-lebayin kayak di serial Korea. Di dorama ini gue nggak nemuin karakter yang jahat-nya tuh jahaaaaaaaaattt sampe pengen gue gampar. Persaingan cinta nggak pake potong-potongan jalan, tapi dihadapi dengan wajar (dan menurut gue ini lebih riil).

Si cewek, alias Ishihara, digambarkan clumsy. Tapi ekspresi, suara dan tingkah lakunya sangat lemah lembut dan takut-takut, nggak kayak cewek-cewek clumsy serial Korea yang digambarkan pencilakan. Entah kenapa, gue selalu berpikir kalau komediknya Korea itu salah satu andalannya adalah cewek pencilakan. Sementara karakter cewek di dorama Jepang nggak pencilakan. (meski menurut gue karakter duodol dan pencilakan paling top dan jadi benchmark adalah Aiko Sato di Itazura na Kiss, dorama tahun 1996).

Overall, dorama ini bagus. Ringan. Seger di mata, seger di hati terutama hati pemimpi. Hahahaaa.

Dorama ini nyeritain bahwa meski lo sekolah tinggi-tinggi, nggak jaminan gampang cari kerja! Orang drop out bisa sukses kok. Dan orang drop out yang sukses bisa menghina-hina lulusan universitas sebagai contoh hasil pendidikan yang gagal. Nah lho!!

Si Oguri Shun boleh aja maki-maki anak buahnya yang dia nilai nggak becus. Tapi dia konsekuen, dia bikin konsep sendiri, dia bikin program, dia lembur 2 hari 2 malem. Sampe akhirnya program siap dan hasilnya jauh lebih mengesankan daripada bikinan anak-anak buahnya itu. Si Ishihara yang dihina-hina Oguri juga nggak kalah sinting. Dokumen setebel-tebel bantal dia lalap semalaman supaya dapet pengetahuan untuk ngobrol sama seorang penanam modal. Strategi Oguri agar penanam modal yang susah didekati akhirnya mau invest pun diperlihatkan. Artinya, di film ini digambarkan kalau sukses itu kuncinya kerja keras dan kerja cerdas. Keren!

Matsumoto Jun di balik layar

Surprise juga gue baca nama Matsumoto Jun sebagai produser. Gue kira cowok imut itu artis doang, plus penyanyi sama boyband-nya, Arashi. Emang sih dia artis top banget. Tapi dengan tampang imutnya, nggak ngira aja dia juga bisa jadi produser. Hahahahaa, sori Jun-chan.

MatsuJun dan Oguri Shun itu pernah kerjasama sebagai pemain. Tahun 2002 mereka main bareng di Gokusen. Trus tahun 2005, mereka jadi anggota F4 di Hana Yori Dango (pendahulunya Boys Before Flowers). Sempat juga ada judul Wagaya no Rekishi, tapi Oguri hanya jadi bintang tamu. Di semuanya itu MatsuJun yang jadi peran utama.

Oguri Shun sendiri terakhir gue liat di Detective Conan Live Action. Dia nggak mengesankan di situ. Kalo di Rich Man Poor Woman sih okesip banget. :))

--O--

Credit foto

Friday, March 08, 2013

Nggak Mau Kehilangan Momen

"Nggak mau kehilangan momen," adalah alasan Mama kalo tetap ngurusin Eyang Putri meski Mama udah kecapekan.

Usia Mama 59 tahun. Eyang Putri 78 tahun. Mama sudah pensiun, tapi masih ngajar Bahasa Inggris 2 kelas seminggu biar nggak tumpul, plus les ngaji 2 kali seminggu, plus bolak balik ke rumah kakak untuk nginep dan main sama 3 cucu yang lagi lucu-lucunya. Eyang Putri? Udah hampir 5 bergantung 95% pada orang lain (baca: suster yang dikontrak untuk mendampinginya hampir 24/7). Eyang Putri tinggal di rumah Om, salah satu adik Mama. Sehari-harinya... sama Suster. (Makasih Om dan Tante yang ketempatan Eyang. Semoga besarnya pengorbanan merawat ortu renta di rumah memperbesar rizki).

Balik lagi ke Mama....

Mama selalu kepikiran Eyang Putri. Eyang Putri ditinggal-tinggal Suster nggak ya? (secara udah pasrah tiduran mulu). Sering diajak ngobrol nggak? (secara Eyang Putri udah diem melulu). Apakah formulir kontrol yang Mama bikin (nyontek dari RS) terisi bener ato asal-asalan? Siapa aja yang sering jenguk Eyang? (pertanyaan terakhir selalu jadi misteri, bukan misteri siapa yang jenguk, melainkan misteri siapa yang mau menyempatkan waktunya untuk jenguk).

Karena selalu kepikiran, maka Mama selalu bela-belain nengok Eyang. Pagi nengok, malem nengok. Kadang pagi nengok, siang tetep di situ, sore masih di situ, malem baru pulang. Ayah sampe sebel karena merasa dicuekin. Hihihiiii.Sementara Mama merasa udah minta ijin.

Kalo waktunya Eyang Putri cek up ke RS, Mama akan pusing. Mama sibuk ngatur hari dan jam berapa Eyang Putri ke RS, siapa anggota keluarga yang akan nemenin (jangan cuman sama suster),  ngatur catatan, uang yang akan keluar, juga urusan pendaftaran pasien di hari H. Biasanya sih end up-nya yang nganter Mama sendiri (sama Ayah), gue, atau ada lagi salah satu adik Mama yang rumahnya dekat rumah kami. Orang lainnya paling supirnya Om atau suster.  

Suster juga ngasih PR. Kalo dia minta cuti, pasti Mama cari infal, briefing infal, juga ngawasin kerjaannya. Maklum, Eyang Putri itu beberapa kali sehari harus dipindah ke kursi roda. Dengan kondisi badan serba kaku akibat penyakit, tekniknya juga harus diperhatikan, biar nggak menyakitkan Eyang Putri.

Pernah Mama sedang senang-senangnya main sama cucu, ditelpon susternya Eyang Putri yang mendadak minta cuti. Anak sakit adalah alasan si suster. Alhasil, Mama (dan Ayah) naik taksi ke rumah Om (tempat tinggal Eyang Putri sekarang) untuk nego sama si suster agar tidak dadakan. Maklumlah waktu itu Om dan Tante yang punya rumah lagi Umroh. 

Melihat jumpalitannya Mama mikir dan berbuat untuk Eyang Putri, gue sama Ayah suka protes: Kok nggak sayang ama diri sendiri sih??? Tapi Mama malah ngambek kalau diprotes. "Mama nggak  mau kehilangan momen!" kata Mama.

"Mama mau ngerawat Eyang Putri waktu dia masih hidup, masih bisa denger, bisa lihat. Mama mau puas-puasin deket Eyang Putri. Mama nggak mau waktu Eyang Putri udah meninggal, baru nyesel kenapa nggak ngurus orang tua...."

Mulia bener Mama....

Padahal Mama sendiri juga sakit. Lever. Konsumsi obat udah seumur hidup. Bolak balik cek up ke dokter. Nggak boleh capek. Pikiran nggak boleh terbebani. Tapi masih aja Mama jumpalitan....

Dan gue baru aja menemukan tafsir baru dari kalimat Mama "Nggak Mau Kehilangan Momen".

Gara-garanya, kami lagi ngobrolin lucunya kelakuan cucu-cucu Mama (alias keponakan gue). Di ujung pembicaraan seru itu, Mama yang habis ngerawat luka-luka di badannya (efek penyakit) bilang, "Untuk cucu-cucu, Mama Nggak Mau Kehilangan Momen".

Dueng! Kesannya Mama ngomongin ujung usianya sendiri. Gue langsung sesak nafas. Untung ada BB yang bisa jadi pengalih. Kalo nggak, mungkin Mama bakal liat kalo mata gue berair.

InsyaAllah Mama nggak kehilangan momen yaaa. Anak-anaknya Mama juga. Cucu-cucu Mama juga. Dan soal umur, semoga kita nggak kehilangan momen untuk persiapan menuju umur terakhir. Aamiin.