Friday, November 21, 2014

Cara Bikin Twist Cerita

Twist cerita, atau beberapa teman bilangnya kelokan tajam atau bahkan putar balik cerita, adalah momen dalam cerita yang bikin pembaca/penonton kaget. Mereka ngiranya cerita akan ke mana, taunya beloknya ke mana. Mereka ngiranya pelakunya si A, ternyata si B yang nggak disangka-sangka.

Contoh cerita yang nge-twist : film “The Others” (2001), “Identity” (2003), "Hello Ghost" (2010), "Couples" (2011) dan kalau cari di google akan banyak banget.

Kejutan dari twist cerita ini bisa bikin pembaca/penonton suka atau sebel. Tapi buat gue, twist cerita itu sesuatu yang asik dan perlu. Kadang kalau gue bikin cerita, ketemu twist dengan sendirinya :). Tapi sering juga kalau bikin cerita, plotnya ketebak :(. Makanya, gue ubek2 google untuk cari tau gimana cara bikin twist cerita.

Baca artikel ini, katanya untuk bikin twist cerita itu caranya:

1. Bikin ending terbuka
Cerita dibiarkan menggantung, biarkan pembaca/penonton yang nebak-nebak endingnya. Tapi berdasarkan pengalaman, ending terbuka ini kurang seksi di tayangan tv. Penonton tv maunya yang tuntas. Bahagia ya bahagia. Dapat hukuman ya dapat hukuman.

2. Pakai narrator yang nggak bisa dipercaya
Karena biasanya orang tuh percaya aja sama yang dikatakan narrator dalam sebuah cerita. Ketika audiens percaya kalau cerita yang dibawakan narrator akan menuju ke arah tertentu… (meski tentunya sudah ada petunjuk keciiil aja bahwa narrator gak sepenuhnya bisa dipercaya) .. maka pas penutup ceritanya beda dari giringannya si narrator, ini akan jadi twist.
Contoh: Alfred Hitchcock Presents the series.



3. Pelintir karakter cerita
Misalnya orang yang baik ternyata dia jahat. Orang yang keliatannya jahat taunya dia malaikatnya.

4. Langsung awali kisah dari klimaks cerita
Dengan cara ini, pembaca/penonton jadi bertanya-tanya ada apa??? Kan masih sedikit info tuh tentang siapa ngapain dalam situasi apa. Jadi orang bebas nebak-nebak.  

5. “Kill your darling”
Sebenernya di artikel aslinya tidak ditulis begini, tapi gue suka sama istilah ini. Singkat padat. 

pic from askthehamadabrothers.tumblr.com
Gambaran Kill Your Darling begini: kalau di cerita ini ada yang dikagumin, yang diharap bisa nolong tokoh utama, tempat si tokoh utama bergantung… musnahkan saja. Matiin kek, bikin sakit gak bisa apa-apa kek, diculik kek, difitnah kek… lalu lihat apa yang akan dijalankan si tokoh utama.


Ada banyak lagi tulisan yang ngasih tips cara bikin cerita yang nge-twist, tapi so far inilah yang paling gue paham.

Yuk, mari nge-twist.

Tuesday, November 04, 2014

Cerita dari Penjual Mainan Murah

Teringat Bu Menteri Susi Pudjiastuti yang lagi hits. Ijasah cuman SMP, tapi punya perusahaan ekspor lobster dan sebuah maskapai. Diliat sejarahnya, awalnya Bu Susi keluar dari SMA, terus jadi pengepul ikan. Dia konsekuen, konsisten, ulet, punya modal dengkul, plus pake insting dan otak. Nah, anak muda yang gue temuin secara kebetulan ini sepertinya punya modal dengkul yang sama.

Meski nasib belum tentu sama, tapi boleh lah gue cerita tentang anak muda ini.

Sebut aja namanya Novan. Umur 23 tahunan. Gue liat dia naik mikrolet yang sama dengan gue, tapi dia naik dari Pasar Gembrong (pasar khusus mainan anak yang harganya murah bingits). Bawaan si Novan lumayan banyak. Satu plastik hitam ukuran kantong sampah besar yang ternyata isinya mainan-mainan anak. Kok beli mainan anak sebanyak itu? Iya, buat dijual lagi di depan SD di Rawamangun, pake pikulan, kata cowok itu.

Sepuluh tahun Novan jualan mainan anak. Awalnya nggak jualan sendiri, melainkan menjualkan barang dagangan orang. Dan itu berarti dia start di usia 13 tahun!  *inget-inget, gue umur 13 tahun itu SMP kelas 2, mainan tinggal minta ortu dan dibeliin*.  Setahun menjualkan dagangan orang lain, dia pun paham cara dagang, cara cari pasar, dan cara belanja (milih barang dan nawar). Lalu dia memberanikan diri untuk dagang sendiri.

Permodalan dan keuntungan

Modal awalnya diambil dari tabungan sendiri. Cukup buat beli 5 macem mainan murahan dikalikan masing-masing selusin di Pasar Gembrong. Murahan di sini dalam arti harganya Rp.1000 – 3000. Jangan lebih dari itu, karena harga jual eceran dia maksimal 5000. “Buat anak SD di tempat saya jualan, mainan anak 5000 itu udah mahal. Belum lagi kalau ibu-ibunya yang beli, nawarnya sadis!”

Jual mainan itu gampang-gampang susah. Meski Novan sudah punya tempat asongan di depan sebuah SD, bukan berarti perdagangannya aman 100 persen. Dari selusin mainan yang dia beli, paling yang habis cuman setengahnya. Paling banter 10 biji deh. Dari yang terbeli, ada kalanya ternyata rusak, jadi pembelinya minta tukar.

Udah gitu, risiko barang rusak muncul karena Novan juga dagang keliling. Mainan-mainan yang dibawa ke sana sini bisa aja jadi rusak. *gak dibawa ke sana sini juga bisa rusak kok Mas*.

Mainan-mainan yang nggak laku diapain? Dikumpulin. Ntar sebulan sekali, atau berapa lama sekali deh, dia obral. Misalnya, 20ribu dapat 3. Paling nggak, Novan nggak numpuk barang kelamaan. “Dagang ada perhitungan, ada spekulasi. Bisa untung, bisa rugi” kata dia.   

Selama Novan berdagang, modal yang kembali dia putar lagi. Caranya, seminggu sekali dia belanja di Pasar Gembrong. Dan setiap belanja ya sekantong sampah besar itu.

Soal keuntungan, katanya habis buat biaya hidup sendiri. Buat makan dan bayar sekolah. Yup, SMA malam. *salut*. Sedangkan buat uang makan, alokasinya sehari dua kali makan. Biasanya beli sarapan di warung dengan air minum yang banyak, siang nggak makan, malam baru makan lagi. Atau pagi beli sarapan, siang makan, malam minum air putih. *gue harus lebih bersyukur, bisa makan sehari tiga kali, di luar cemilan kelas berat*.

Trus Novan ngasih duit ke ortu nggak? Dengan sedih dia menggeleng. Buat dia aja ngepas! Orang tuanya emang jarang minta uang ke dia. Tapi pernah juga mereka minta. Dikasih? Nggak. Cuman setelah itu dia kepikiran. Akhirnya besoknya dia kasih deh ortunya uang. Konsekuensinya, dia puasa. “Habis gimana lagi, saya mesti nabung buat bayar sekolah,” kata dia.

Perjalanan mikrolet makin jauh dari tempat awal. Penumpang mulai berkurang satu per satu. Seorang bapak berusia 60tahunan yang dari tadi memperhatikan kami akhirnya angkat bicara.

“Kamu udah berapa tahun jualan mainan anak?” tanya dia ke Novan.

“Sepuluh tahun, Pak.”

“Saya 30 tahun. Udah paham banget liku liku jualan mainan anak,” ujarnya bangga. Wah, pedagang mainan anak juga? Setelah gue liat-liat, ternyata bungkusan besar di pojok mikrolet itu bawaan dia.

Si Bapak ini bangga karena dengan jualan mainan, dia bisa membiayai keluarga. Anak pertama dan keduanya sekarang kuliah, yang ketiga alias bungsu masih SMA. Kata dia, dagang itu bisa untung asal nggak macem-macem. Judi misalnya. Haaah?

Awas anak-anak rentan judi

Judi??? Iya. Novan bilang, teman-teman seumurnya yang juga jualan mainan anak banyak yang ngeblangsak. Gara-garanya nggak kuat iman. Begitu dapet duit, beli narkoba, atau judi. Kesenangan sesaat. Bisa jadi karena pengen cepat lepas dari beban hidup yang berat.

Awas ya, jangan judi! Ancam si Bapak. Novan buru-buru menggeleng. Dia nggak judi. Syukurlah. Lalu si Bapak juga ngancem, jangan bikin anak-anak berjudi. Waduh, gimana lagi tuh??

Jadi gini… ada aja pedagang mainan anak yang menggelar papan penuh nomor, lalu anak-anak SD akan bertaruh di nomor yang mereka kehendaki. Lalu dadu dikocok sampai ada 2 kombinasi angka. Kombinasi itulah yang keluar sebagai pemenang. Kalo ada anak yang naroh uang di angka itu,  anak itu pun dapat hadiah mainan! Yeay!

Wait! Pake uang? Yes. Gopek. Tapi kalikan berapa anak tuh yang naroh gopek di tiap nomor yang dikehendaki. Dan kalikan berapa sesi? Dari sisi pemasukan pedagang mainan, cara ini menguntungkan. Banyak duit masuk. Mainan yang direlain juga cuman 1 di tiap sesi. Masalahnya, dari sisi anak, mereka jadi terdidik buat judi. Ngeri gak siiiiiih??? Awas makanya. 

Maaf. Ini jadi melenceng ya ceritanya. Tadinya mau beberin perjuangan orang dagang, malah jadi ngomongin pendidikan judi sejak dini (*ketok2 meja*). Ya udah mah… Ati-ati aja semuanya ya. Yang mau usaha yang bener, tetep ulet dan semangat, dan jangan ngajarin yang nggak-nggak  ya. InsyaAllah berkah.