Tuesday, October 07, 2014

Pengejar Mimpi

Tadi sore ada seorang musafir datang ke rumah kakak. Masih muda, usia 27 tahun, asal Indramayu, lulusan Fakultas Biologi dari universitas swasta di sana. Mas bernama Fatik ini ngakunya anak petani. Dia sopan tutur katanya. Bajunya rapi, meski agak lecek kayak mukanya. Mungkin karena efek aktivitas seharian.

Kedatangan Fatik mau minta ijin Pak RT untuk nginap di musholla kampung. Ya, kebetulan kakak gue Pak RT-nya. Kebetulan juga kakak gue nggak ada di rumah karena lagi ngantor. Jadi kita-kita yang di rumah lah yang nerima Fatik, sambil nunggu telpon tersambung ke Pak RT. 

Jadi Fatik ini datang ke Jakarta dalam rangka tes Calon Pegawai Negeri Sipil yang diadakan di kampus sebelah. Dia nggak punya teman atau saudara di sekitar kampus tersebut. Ada sih temen, tapi di Cikarang. Jauh minta ampun. Riskan buat nginep sana, secara besok itu tes CPNS berlangsung dari jam 8 pagi. Telat sedetik aja, nggak boleh masuk. Percuma dong jauh-jauh dari Indramayu kalo di sini nggak bisa tes juga. Departemen yang dituju? Departemen Pendidikan. 

Fatik sendiri sempat istirahat di mesjid kampus. Tapi ternyata mesjid kampus selalu ramai mahasiswa. Alhamdulillah. Sayangnya, karena rame, kalo mau istirahat di mesjid jadi nggak maksimal. Padahal untuk tes CPNS yang penting banget itu perlu selonjoran dan tidur dengan tenang. Itulah makanya Fatik jalan ke kampung sebelah nyari tumpangan. 

Simpati ke Fatik, gue dan nyokap yang kebetulan jadi penerima tamu berharap dia bisa istirahat di musholla kampung. Tapiiiiiiiii, masuklah telpon dari kakak gue... kakak gue bilang nggak bisa terima dia di musholla. Yaaahhhh. 

Penolakan buat Fatik nggak asal tolak. Udah dipikirin dulu. Kakak gue juga udah telpon ke marbot musholla yang ternyata sore ini pulang kampung karena mertuanya anfal :((. Jadi habis isya, jamaah yang terakhir yang ngunci pintunya. Nggak ada yang tanggung jawab tinggal di musholla. 

Selain itu, di musholla lagi sering ada kehilangan. Uang kotak amal beberapa kali hilang. Tuduhan-tuduhan muncul secara liar dari jamaah pada siapa pun yang kira-kira mencurigakan. 

"Bukan mau nuduh Mas Fatik akan mencuri. Sama sekali bukan. Kami cuman menjaga pikiran-pikiran yang mungkin timbul. Kalau ada kehilangan pas Mas Fatik nginep sana, bisa jadi ada aja yang berpikir negatif." 

Yang kecewa dengan penolakan itu bukan cuman Fatik. Gue dan nyokap juga. Kita emang berharap musafir ini bisa istirahat dengan nyaman di lantai musholla yang keras dan dingin (tapi at least tempatnya bersih dan tertutup, terlindung dari angin dan hujan). Cuman gimana pun juga, yang tanggung jawab lingkungan, termasuk musholla-nya, ya Pak RT. Dan keputusan Pak RT harus dihormatin. 

Untungnya Fatik sangat ngerti. Dia nggak sedih. Diterima syukur, ditolak pun tak apa. Lagian dia berterima kasih banget karena di sesi bertamu yang nggak sampe setengah jam itu dia merasa diperlakukan baik sekali. Dia siap nyari tempat istirahat lain. 

Fatik pamit setelah nyokap ngasih petunjuk beberapa alternatif tempat buat nginep, antara lain: senat mahasiswa. Saking simpatinya sama orang ini, nyokap sampai nganter dia ke pager. Bahkan didoain juga: semoga keterima, dan kalau kerja amanah. 

Doa gue juga sama. Terutama karena akhir-akhir ini semangat juang gue turun. 

Makasih ya udah ngirim pengingat. 





No comments: